pembaharuan hukum jika melihat dari pengertian diatas, tentunya akan ditarik dari 3 ( tiga) kekuasaan dalam negara , yaitu undang-undang beserta turunannya yang inisiasi nya bisa bersumber dari Presiden sebagai kepala pemerintah ( sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 dan Menerbitkan Perpu : Pasal 22 ayat 1 UUD 1945)maupun legislatif (dasar hukum Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan),dan tentunya melalui kekuasaan kehakiman (dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 menyebutkan “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat)
hal ini tentunya sejalan dengan pendapat Montesquieu dalam L’Esprit des Lois membagi kekuasaan negara ke dalam tiga cabang yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif,
salah satu fundamentum pembaharuan hukum adalah adanya adagium “Het Recht Hink Achter De Feiten Aan”. Adagium tersebut menjelaskan bahwa hukum senantiasa tertatih-tatih mengikuti perkembangan zaman. Hukum pada satu waktu bersifat statis, sementara kehidupan dan interaksi dalam masyarakat berlangsung secara dinamis. Tidak sedikit suatu persitiwa atau fakta yang terjadi dan berubah drastis seiring perkembangan zaman. Perkembangan yang dinamis dan cepat ini seringkali tidak diikuti dengan suatu perangkat hukum yang mampu mengakomodasi keadaan tersebut. Oleh karenanya, jamak terjadi hukum seakan tidak berdaya menghadapi suatu realitas kehidupan dalam masyarakat.
secara sosiologis pembaruan hukum yang dilakukan baik oleh pemerintah bersama legislatif maupun yudikatif dapat di maknai dalam 2 (dua) mahzab dibawah ini:
1. Mazhab Sociological Jurisprudence
Mazhab ini dipelopori oleh Eugen Erhlich, yakni terdapat pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup (living law), atau dengan arti lain terdapat pembedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Pada dasarnya, hukum positif hanya akan efektif jika selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Menurut aliran ini, pusat perkembangan hukum tidak terletak pada badan legislatif, keputusan badan yudikatif ataupun ilmu hukum. Namun berasal dari masyarakat. Tata tertib dalam masyarakat didasarkan pada peraturan yang dipaksakan oleh negara
2. Mazhab Realisme Hukum
Mazhab realisme hukum lahir dari pemikiran Karl Llewellyn, Jerome Frank, dan Justice Oliver Wendell Holmes. Aliran ini dikenal dengan konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa hakim tidak hanya menemukan hukum, tapi juga membentuk hukum.
Menurut mazhab realisme hukum, manusia sekarang mengetahui bahwa hukum sebenarnya terdiri dari putusan pengadilan, dan bahwa putusan dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain kaidah hukum yang berlaku dapat mempengaruhi putusan hakim, terdapat juga prasangka politik, ekonomi, serta moral yang menentukan putusan hakim. Pada intinya, keputusan pengadilan dan doktrin hukum selalu dapat dikembangkan untuk menunjang perkembangan hukum. Keputusan pengadilan biasanya dibuat atas dasar pandangan hakim yang bersangkutan mengenai keadilan yang dirasionalisasikan ke dalam pendapat tertulis
- Salah satu cabang dari aliran tersebut adalah mazhab formalistis yang teorinya dikenal dengan analytical jurisprudence. John Austin adalah tokok mazhab formalistis dan terkenal dengan doktrin “hukum adalah perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan”. Menurut John Austin, hukum adalah sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup, dan oleh karena itu, ajarannya dinamakan analytical jurisprudence
Dalam Undang Undang No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025 termuat indikator pembangunan hukum nasional yang dikenal dengan sistem hukum nasional.
“Sistem yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum serta sarana dan prasarana hukum yang mencerminkan kebutuhan dan pembangunan teknologi yang yang terintegrasi,”
dalam UU tersebut pembuat perundang-undangan telah berpikir futuristik. Dalam era globalisasi pembangunan tenologi telah mengalami kemajuan pesat yang menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Akan akan tetapi pembangunan era industri 4.0 sangat dibutuhkan oleh masyarkat.
dampak positif dari kemajuan teknologi 4.0 adalah menghilangkan konsep jual beli yang bersifat konvensional. Sehingga jual beli dapat dilakukan secara lebih cepat seperti e-banking dan e-commerce.
Sedangkan dampak negatif yang muncul yaitu munculnya kejahatan-kejahatan baru di bidang teknologi seperti pembobolan kartu kredit dan ATM. Dari aspek kelembagaan, dampak positif sangat banyak sekali seperti adanya sistem paradilan elektronik (e-court). Sangat mendukung penyelesaian sengketa secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
menurut saya, bahwa pembaharuan hukum merupakan suatu ke niscayaan yang harus dilalui oleh umat manusia yang tentunya di limitasi dengan tujuan pembentukan hukum yang menurut Gustav radburch terdiri dari 3 (tiga) nilai dasar, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zweckmaerten), dan kepastian hukum (rechtssicherkeit), bahwa suatu undang-undang harus lex certa, lex scripta tetapi jika dimungkinkan dalam suatu waktu hakim harus berhadapan dengan kekosongan undang-undang, maka ia dapat menggunakan kewenangannya sebagai penemu atau pembentuk hukum.